Perpustakaan Masa Depan Diantara Hukum Teknologi
Perpustakaan merupakan sarana yang
paling penting dalam proses mempelajari dan melestarikan suatu ilmu
pengetahuan. Yang semuanya itu tidak dapat dilepaskan dari perkembangan
teknologi. Berawal dari bahasa lisan ke bahasa tulisan yang diawali dari
bangsa Mesir tahun ±2400 SM dengan ditemukannya kertas papyrus1
kemudian setelah itu berkembang di China tahun ±200 SM yaitu kertas
yang lebih baik kualitasnya dari kertas papyrus. Kertas tersebut terbuat
dari getah pohon dan dari kertas inilah ilmu pengetahuan dilestarikan
oleh umat islam dari mulai pembukuan ayat-ayat suci alquran hingga
pembentukan perpustakaan termasyhur didunia saat itu. Yaitu perpustakaan
di Baghdad, dimana kreatifitas para cendikiawan terbaik umat muslim
dari penjuru daerah menyimpan karya tulisnya disana. Ya di sana,
diperpustakaan Baghdad tersebut tidak hanya untuk mempelajari dan
melestarikan ilmu pengetahuan, tetapi juga digunakan untuk diskusi atau
sharing(berbagi) pengetahuan antara sesama muslim atau sekarang lebih
dikenal sebagai public corner2
sehingga mereka bisa bertukar pikiran di sana. Karena dirasa sangat
pentingnya sebuah perpustakaan guna mencerdaskan kehidupan bangsa,
Negara-negara di dunia pun mulai berlomba-lomba dalam membangun
perpustakaan yang lengkap dan sempurna contohnya Negara Inggris yang
memiliki perpustakaan terlengkap di dunia. Pemerintah Indonesia baru
menyadari nilai pentingnya suatu perpustakaan maka dibuatlah peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang perpustakaan yaitu undang-undang nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan.
Sekarang zaman sudah berubah, teknologi semakin canggih dulu kita mengenal kertas, namun sekarang fungsinya digantikan dengan E-BOOK3.
Sebuah alat masa depan yang mengurangi penggunaan kertas yang bahan
pembuatannya terbatas dan pemakaiannya sangat banyak, hanya untuk sekali
pakai saja. E-book bisa mengurangi pemakaian kertas hingga 90% karena
ringan dan pemakaiannya bisa berulang-ulang, tidak sekali pakai. Tidak
hanya itu bahkan mungkin sekarang keberadaan perpustakaan akan
digantikan dengan penemuaan internet4.
Dulu untuk mencari informasi atau pengetahuan, seseorang akan datang ke
perpustakaan untuk mecari literatur yang cocok namun sekarang dari
rumah pun bisa hanya dengan terkoneksi ke jaringan internet.
Mudah, cepat dan murah itulah alasan
mengapa orang lebih suka internet daripada perpustakaan. Sehingga
berbagai upaya dilakukan oleh para pengolah perpustakaan agar masyarakat
datang ke perpustakaan salah satunya menyediakan fasilitas internet,
tentunya dengan berbagai aturan yang antara perpustakan yang satu dengan
yang lain berbeda salah satunya di perpustakaan UNAIR di Surabaya.
Misalnya, berlangganan journal luar negeri untuk para mahasiswanya yang
dibatasi dengan ip based5 sehingga hanya bisa diakses didalam perpustakaan, keluar dari sana menggunakan id dan password6.
Bahkan pemerintah Indonesia menggalakkan
masyarakat cinta perpustakaan melalui berbagai cara dari perpustakaan
keliling hingga pembentukan undang-undang nomer 43 tahun 2007 tentang
perpustakaan dengan mengabaikan masyarakat yang buta huruf. Menyedikan
tapi inilah kenyataan tentang bangsa Indonesia yang sudah merdeka lebih
dari 64 tahun masih ada yang buta huruf, pemerintah peduli atau tidak
tetap saja mengadakan perpustakaan keliling yang mungkin sampai ke
desa-desa. Iya kalau orang itu bisa membaca nah kalau tidak?. Terlepas
dari persoalan tersebut marilah kita merenungkan sejenak tentang
tindakan pemerintah tesebut, bagaimana mungkin menggalakan masyarakat
cinta perpustakaan tanpa membangun terlebih dulu suatu perpustakaan ideal?
Dan kita renungkan pula kebijakan hukum tentang perpustakaan yang
terbengkalai akibat tumpang tindihnya kewenangan antara pusat dan daerah
karena Pemberlakuan kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang
Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang saat itu keberadaan perpustakaan nasional Republik Indonesia sebagai LPND7
yang diatur dalam keputusan presiden nomor 11 tahun 1989 tidak lagi
mempunyai daya guna dalam pembinaan dan pengembangan perpustakaan di
seluruh wilayah Indonesia yang melahirkan berbagai kebijakan yang
berbeda tentang perpustakaan di tiap daerah karena pendelegasian
wewenang. Oleh karena itu lahirlah suatu aturan yang lebih tinggi diatas
peraturan presiden tersebut yaitu Undang-Undang nomer 43 tahun 2007
tentang perpustakaan. Tapi cukupkah itu sebagai acuan bagi dareah dalam
mengembangkan suatu perpustakaan yang ideal atau dengan kata lain
perpustakaan masa depan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar