.quickedit{ display:none; }

Kamis, 13 Juni 2013

Perpustakaan Masa Depan

Perpustakaan Masa Depan Diantara Hukum Teknologi

Perpustakaan merupakan sarana yang paling penting dalam proses mempelajari dan melestarikan suatu ilmu pengetahuan. Yang semuanya itu tidak dapat dilepaskan dari perkembangan teknologi. Berawal dari bahasa lisan ke bahasa tulisan yang diawali dari bangsa Mesir tahun ±2400 SM dengan ditemukannya kertas papyrus1 kemudian setelah itu berkembang di China tahun ±200 SM yaitu kertas yang lebih baik kualitasnya dari kertas papyrus. Kertas tersebut terbuat dari getah pohon dan dari kertas inilah ilmu pengetahuan dilestarikan oleh umat islam dari mulai pembukuan ayat-ayat suci alquran hingga pembentukan perpustakaan termasyhur didunia saat itu. Yaitu perpustakaan di Baghdad, dimana kreatifitas para cendikiawan terbaik umat muslim dari penjuru daerah menyimpan karya tulisnya disana. Ya di sana, diperpustakaan Baghdad tersebut tidak hanya untuk mempelajari dan melestarikan ilmu pengetahuan, tetapi juga digunakan untuk diskusi atau sharing(berbagi) pengetahuan antara sesama muslim atau sekarang lebih dikenal sebagai public corner2 sehingga mereka bisa bertukar pikiran di sana. Karena dirasa sangat pentingnya sebuah perpustakaan guna mencerdaskan kehidupan bangsa, Negara-negara di dunia pun mulai berlomba-lomba dalam membangun perpustakaan yang lengkap dan sempurna contohnya Negara Inggris yang memiliki perpustakaan terlengkap di dunia. Pemerintah Indonesia baru menyadari nilai pentingnya suatu perpustakaan maka dibuatlah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perpustakaan yaitu undang-undang nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan.
Sekarang zaman sudah berubah, teknologi semakin canggih dulu kita mengenal kertas, namun sekarang fungsinya digantikan dengan E-BOOK3. Sebuah alat masa depan yang mengurangi penggunaan kertas yang bahan pembuatannya terbatas dan pemakaiannya sangat banyak, hanya untuk sekali pakai saja. E-book bisa mengurangi pemakaian kertas hingga 90% karena ringan dan pemakaiannya bisa berulang-ulang, tidak sekali pakai. Tidak hanya itu bahkan mungkin sekarang keberadaan perpustakaan akan digantikan dengan penemuaan internet4. Dulu untuk mencari informasi atau pengetahuan, seseorang akan datang ke perpustakaan untuk mecari literatur yang cocok namun sekarang dari rumah pun bisa hanya dengan terkoneksi ke jaringan internet.
Mudah, cepat dan murah itulah alasan mengapa orang lebih suka internet daripada perpustakaan. Sehingga berbagai upaya dilakukan oleh para pengolah perpustakaan agar masyarakat datang ke perpustakaan salah satunya menyediakan fasilitas internet, tentunya dengan berbagai aturan yang antara perpustakan yang satu dengan yang lain berbeda salah satunya di perpustakaan UNAIR di Surabaya. Misalnya, berlangganan journal luar negeri untuk para mahasiswanya yang dibatasi dengan ip based5 sehingga hanya bisa diakses didalam perpustakaan, keluar dari sana menggunakan id dan password6.
Bahkan pemerintah Indonesia menggalakkan masyarakat cinta perpustakaan melalui berbagai cara dari perpustakaan keliling hingga pembentukan undang-undang nomer 43 tahun 2007 tentang perpustakaan dengan mengabaikan masyarakat yang buta huruf. Menyedikan tapi inilah kenyataan tentang bangsa Indonesia yang sudah merdeka lebih dari 64 tahun masih ada yang buta huruf, pemerintah peduli atau tidak tetap saja mengadakan perpustakaan keliling yang mungkin sampai ke desa-desa. Iya kalau orang itu bisa membaca nah kalau tidak?. Terlepas dari persoalan tersebut marilah kita merenungkan sejenak tentang tindakan pemerintah tesebut, bagaimana mungkin menggalakan masyarakat cinta perpustakaan tanpa membangun terlebih dulu suatu perpustakaan ideal? Dan kita renungkan pula kebijakan hukum tentang perpustakaan yang terbengkalai akibat tumpang tindihnya kewenangan antara pusat dan daerah karena Pemberlakuan kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang saat itu keberadaan perpustakaan nasional Republik Indonesia sebagai LPND7 yang diatur dalam keputusan presiden nomor 11 tahun 1989 tidak lagi mempunyai daya guna dalam pembinaan dan pengembangan perpustakaan di seluruh wilayah Indonesia yang melahirkan berbagai kebijakan yang berbeda tentang perpustakaan di tiap daerah karena pendelegasian wewenang. Oleh karena itu lahirlah suatu aturan yang lebih tinggi diatas peraturan presiden tersebut yaitu Undang-Undang nomer 43 tahun 2007 tentang perpustakaan. Tapi cukupkah itu sebagai acuan bagi dareah dalam mengembangkan suatu perpustakaan yang ideal atau dengan kata lain perpustakaan masa depan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silver Sword Legend Of ZeldaFree Lines Arrow